Ada apa dengan hati? Itulah yang selalu ada dalam benak saya, sebuah anugerah yang memerlukan ilmu dan keimanan untuk menggalinya serta mengetahui hakikatnya. Dan kesempurnaan manusia itu adalah dengan diciptakan-Nya hati sebagai pengendali utama perilaku hidup. Manusia memiliki tujuan dalam proses penciptaan-Nya, yaitu selain tugas utama untuk beribadah, maka hal lain yang menyertai kewajiban itu serta yang perlu kita tindaklanjuti selanjutnya adalah menelaah bagian-bagian penting yang melekat pada proses ibadah itu sendiri, yaitu keberadaan hati manusia sebagai bagian penting organ tubuh manusia, baik secara lahiriah maupun batiniahnya.
Allah Yang Maha Kuasa atas tiap-tiap mahluk-Nya dan Dialah sebagai Sang Pencipta apapun yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia menciptakan manusia dalam berbagai kesempurnaan anggota tubuhnya dengan tidak sia-sia, serta apapun yang ada dalam jiwa dan raga manusia akan dimintai pertanggungjawabannya, Dia juga membebankan kewajiban terhadap kita dengan perintah dan larangan-Nya. Lalu Dia mewajibkan kita untuk memahami petunjuk-Nya, baik secara rinci maupun global. Dia juga membagi mereka ke dalam orang-orang yang selamat dan orang-orang yang celaka. Allah menempatkan kita pada suatu keadaan dan tingkat yang berbeda sesuai dengan keimanan dan ketaqwaannya. Dan Dia pun memberikan kepada kita bahan atau sarana untuk merealisasikan ilmu dan amal yakni hati, pendengaran, penglihatan, mulut, dan anggota tubuh lainnya sebagai nikmat dan anugerah-Nya dan kesemuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Israa ‘ : 36)
Dan inilah hati yang saya maksudkan, karena hati bagi segenap tubuh manusia adalah laksana raja yang mengatur bala tentaranya, yang semua perbuatan kita berasal dari perintahnya, lalu ia gunakan sekehendaknya, sehingga semuanya berada di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan dari padanya juga sebuah kesesatan maupun istiqamah akan tercipta serta dari padanya pula sebuah niat termotivasi atau bahkan menjadi sirna. Maka karena hal inilah Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda :
“Ketahuilah, sesunguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh.” (H.R. Bukhari Muslim)
Dari keterangan di atas, maka hati itu adalah rajanya. Dialah pelaksana dari apa yang diperintahkan, yang menerima hidayah-Nya, dan tidaklah suatu amalan menjadi lurus dan benar kecuali bersumber dari tujuan dan maksudnya. Hati inilah yang paling bertanggungjawab terhadap semuanya, sebab setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Maka sudah sepantasnyalah kita memperhatikan dan meluruskan hati sebagai prioritas utama dan pertama, kemudian kita berusaha untuk mendeteksi serta mengobati berbagai penyakit yang ada dalam hati kita.
Pada saat musuh Allah dan musuh kita semua, yaitu Iblis laknatullah mengetahui bahwa poros dan sandarannya adalah hati, maka ia membisik-bisiknya, menghembuskan aroma kejahatannya, membuat menawan berbagai bentuk subhat juga maksiat, menggodanya dalam berbagai keadaan dan amalan yang menghalanginya dari jalan yang benar, menghamparkan sebab-sebab kesesatan yang memutuskannya dari sebab-sebab taufiq, dan memasang untuknya jaring serta tali agar tak ada satu pun yang selamat dari tipu dayanya. Dan tidak ada tipu daya yang akan menyebabkan menusia terjerembab kedalamnya, kecuali dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencari sebab-sebab keridhaan-Nya, menyandarkan dan menghampiri-Nya dengan menghinakan diri di hadapan-Nya namun selalu berharap dari Kasih Sayang-Nya. Karena tanpa pertolongan Allah, kita tidaklah memiliki kuasa untuk menahan dari segala tipu daya Syaitan laknatullah. Dan akan sangat beruntunglah mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapat jaminan-Nya sebagaimana disebutkan dalam Ayat-Nya :
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka.” (Q.S. Al-Hijr : 42)
Dan inilah sesungguhnya yang akan memutuskan hubungan antara seorang hamba dengan Syaitan laknatullah. Sebuah penghambaan diri terhadap Tuhannya dan keikhlasan yang selalu melekat dalam hatinya. Dua unsur ini merupakan hal yang akan dijauhi godaan Syaitan laknatullah dan tidak ada kuasa mereka terhadapnya. Dan orang yang bersemayam keikhlasan dalam hatinya, maka meraka termasuk golongan dimana Syaitan laknatullah tidak bisa mendekatinya, dan itulah perkataan dari musuh kita. Karena jika hakikat Ubudiyah dan keikhlasan telah merasuk ke dalam hatinya, maka sesungguhnya merekalah orang-orang yang paling dekat dengan Allah dan dengan demikian ia akan termasuk dalam pengecualian ayat dimana Iblis laknatullah tidak akan mampu menggoda suatu golongan manusia yang dalam hatinya tertanam keikhlasan yang kuat, sebagaimana perkataan mereka yang diabadikan dalam Firman Allah :
“Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Shaad : 83)
Maka jagalah hati kita untuk senantiasa menghambakan diri kepada Allah, bukan pada manusia apalagi kenikmatan duniawi, bukan pada kekuasaan semata terlebih kenikmatan syahwat belaka. Dan tanamkanlah keikhlasan sedalam-dalamnya pada diri kita, agar Syaitan laknatullah tidak mampu mendekati, mengajak, bahkan membawa kita kepada kesesatan yang nyata, kepada kemaksiatan yang akan menyebabkan kenistaan seorang hamba. Dan bila kita mengerti dan memahami hakikat hati yang sesungguhnya, maka insya Allah kita akan mengetahui berbagai penyakit hati dan obatnya serta berbagai bisikan Syaitan laknatullah yang merupakan musuh abadi kita. Dan Insya Allah kita akan mengetahui keadaan hati kita yang sesungguhnya, yang merupakan pengendali utama tubuh dan amalan kita. Karena sesungguhnya keadaan hati yang buruk adalah berasal dari tujuan hati yang buruk, lalu dengan perbuatan buruk itu hati menjadi keras dan penyakitnya itu akan bertambah terus hingga akhirnya menjadi hati yang mati. Hati yang jauh dari kebenaran, hati yang jauh dari penciptaan awalnya, hati yang jauh dari nur Allah sehingga menjadi hati yang tiada berguna. Maka tinggalah ia tanpa kehidupan dan penerang, dan ia telah berada dalam kegelapan yang sesungguhnya, sebuah kehidupan tanpa pelita sedikit pun. Dan akhirnya mereka akan termasuk golongan orang-orang yang merugi, sengsara di dunia dan mendapatkan siksa di akhirat kelak serta menjadikan dirinya sebagai teman Syaitan laknatulah di neraka yang kekal abadi tak berujung. Naudzu Billah min Dzalik.
Maka saya mengajak kepada Saudara-saudaraku seiman, marilah kita bersama-sama berusaha untuk mengerti hakikat hati ini, agar kita tidak menyesal suatu saat nanti, dimana tidak ada lagi amalan ibadah yang bisa kita perbuat, jikalau hari telah usai. Dan marilah kita saling mengingatkan di antara kita, sebagai kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Ulasan sederhana saya ini hanyalah sebagai motivasi awal saja, agar kita lebih mendalami hakikat hati ini. Dan Engkau bisa mempelajari lebih dalam tentang hal ini, tentunya pada orang yang benar-benar ahli ilmu Agama dan menjadikan ilmu itu sebagai landasan hidupnya, karena saya hanyalah seorang yang awam dan sedang belajar menuntut ilmu Dien, serta berusaha mengamalkan dengan sekemampuan saya. Dan saya berharap kapan-kapan ada kesempatan saya untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan hati ini, tentunya atas ijin serta ridha-Nya, Amin.
Apabila perkataan saya ini benar, maka sesungguhnya ia datangnya dari Allah Ta’ala dan apabila perkataan saya salah, maka itulah diri saya yang bodoh, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan. Semoga Hidayah-Nya, Pertolongan-Nya, Kasih Sayang-Nya senantiasa dilimpahkan pada kita semua, Amin.
Dikutip dari:
http://maknahidup.blogdetik.com/2010/02/09/ada-apa-dengan-hati/