Wednesday, October 29, 2008
Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally
Soedirman Panglima Besar yang Berprinsip
Sunday, October 26, 2008
Produk – Nilai – Strategi : Suatu Wacana Bagi Bangsa Dan Bisnis
On 25 October 2008
“Suatu nilai produk tidaklah harus ditunjukkan oleh perbedaan yang signifikan. Namun, persamaan nilai yang diperoleh seorang konsumen atas penyampaian nilai dari suatu produk yang diperolehnya merupakan keberhasilan suatu tujuan penjualan atas produk tersebut. Akan tetapi, jauh lebih baik jika nilai tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dari pesaing-pesaingya (bukan penerima nilai akhir atau konsumen)”.
Selama ini kita ketahui bahwa produk itu memiliki karakteristik dan sumberdaya untuk menghasilkan suatu produk yang berbeda. Karakteristik suatu produk akan memposisikan produk itu dan juga perusahaan umumnya (diluar bentuk-bentuk strategy produk dan/atau marketing lainnya) apakah memiliki ”superior image” atau sebaliknya “inferior image”. Misalnya produk tersebut memiliki karakteristik fleksibel, futuristik (ataupun klasik), stylish, dan lain sebagainya. Sehingga secara langsung ataupun tidak langsung ini akan mempengaruhi daya jual produk tersebut. Dalam hal ini mungkin kecenderungannya pada differensiasi strategy.
Namun demikian, perlu diketahui bahwa posisi suatu produk tidak hanya ditentukan oleh karakteristik produk itu saja. Ibarat ”Apple to Apple”, meskipun strategi differensiasi yang dilakukan (BMW dengan Mercedes, Jacob vs Gucci vs Rolex, misalnya) tidaklah cukup untuk mencapai tujuan sustainability suatu perusahaan.
Juga demikian dengan Low-cost strategy (misalnya perlakuan perang tarif antar operator telepon, perang harga untuk motor cina dengan motor jepang, dan lain sebagainya) tidaklah cukup pula untuk mencapai tujuan sustainability suatu perusahaan. Demikian pula dengan strategi lainnya (best-cost provider).
Mengapa demikian? Karena fungsi suatu perusahaan secara umum adalah sustainable (lebih tepat daripada going concern, dimana sustainable itu adalah berkelanjutan terus menurus tanpa putus – going concern dan sustainable akan memiliki bahasan sendiri), maka akan diperlukan kelayakan suatu produk yang secara langsung mempengaruhi cash flow suatu perusahaan.
Pertanyaan mendasar….apakah strategy-strategy yang disebutkan diatas tidak banyak membantu?
Strategi-strategi diatas (Low-cost, Differensiasi, Best-Cost) bukanlah tidak banyak membantu. Namun patutlah dicermati dengan baik dan dipasangkan dengan strategi fungsional lainnya. Strategi-strategi diatas tersebut hanya berdasar pada konsep secara garis besar. Suatu konsep tidak akan berjalan mulus jika tidak ditunjang dengan strategi fungsional lainnya. Dalam hal ini kita membahas strategi harga, dan ini adalah area sensitive dimana kalau kita tetapkan harga secara ketinggian ataupun kerendahan (dari harga akuisisi suatu produk), maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan produk (dan mungkin perusahaan) untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
2. MENGAPA HARGA?
Harga merupakan suatu nilai yang harus dikeluarkan oleh konsumen atas suatu ekspektasi nilai yang akan diterima (atas suatu produk) dari penjual. Jika nilai yang diterima oleh konsumen lebih kecil dari nilai yang dikeluarkan, maka akan terjadi ketidak sinkronisasi-an. Efekya, konsumen akan marah/kecewa dan mungkin akan membeli produk kompetitor yang diharapkan memberikan nilai yang benar-benar mendekati (mungkin sama ataupun melebihi) harapannya.
Sebaliknya, jika penjual memberikan nilai yang lebih besar daripada nilai yang diterimanya, maka ada kemungkinan overvalued tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Misalnya, nilai jual tersebut merupakan pengorbanan untuk mendapatkan pasar yang lebih besar dimasa yang akan datang, atau membuat entry barrier bagi kompetitor sejenis menjadi tinggi, dan lain sebagainya.
Namun tampaknya usaha ini akan mengorbankan “profit” dan bahkan “cash flow” suatu perusahaan tersebut. Jika strategi ini dilanjutkan (karena persaingan yang ketat, kondisi ekonomi, dan lain sebagainya), efeknya cukup dan mungkin sangat terasa bagi perusahaan yang melakukannya.
Untuk itu, besar atau kecilnya suatu nilai yang diberikan oleh perusahaan dan diterima oleh konsumen perlulah ditelaah dan dicermati lebih jauh lagi.
Pertanyaan mendasar dari hal ini adalah, “Apakah harga yang ditetapkan sekarang benar-benar mencerminkan harga sesungguhnya atas suatu produk/Jasa yang dijual berdasarkan optimum biaya akuisisi produk?”
Dibawah ini diberikan satu contoh (secara umum untuk perusahaan perdagangan, akan tetapi dapat di ekstenfikasi ke perusahaan manufaktur dan jasa atau sektor publik).
Asumsikan bahwa PT Abrakadabra memiliki satu produk, yaitu Produk A. Untuk menghasilkan produk A, PT Abrakadabra memerlukan komponen X, komponen Y dan komponen Z. Untuk satu komponen X, diperlukan item F, item G dan item H. Jadi secara flownya, terlihat sebagai berikut:
Pada gambar 1 dan table kalkulasi untuk gambar 1 dan 3 (terlampir dibawah), transaksi impor bisa jadi akan menguras cash flow perusahaan, terlebih ini berlaku untuk perusahaan domestik (bukan perusahaan asing/MNC yang memiliki strategi sendiri dalam skala tertentu). Biaya-biaya untuk mengakuisisi komponen dan item akan terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan jika barang tersebut diperoleh sebagian atau seluruhnya dari domestik (dalam hal ini asumsikan harga domestik tersebut sama atau lebih kecil dari harga impor, walaupun jika lebih mahal domestik, namun jika diperhitungkan dengan biaya impor mungkin akan tetap lebih menguntungkan. Catatan: bahwa kualitas tidak jauh berbeda).
Perhatikan bahwa nilai 267 (dalam juta rupiah) pada gambar 1 dibawah adalah nilai akuisisi untuk mendapatkan suatu produk A pada jumlah tertentu. Biaya-biaya ini sudah termasuk inbound (transportasi masuk dari negara asal hingga negara tujuan) dan biaya impor lainnya diluar biaya-biaya local lainnya (seperti outbond cost, warehouse cost pada saat clearance, dll).
Perhatikan juga bahwa nilai tersebut dipengaruhi oleh nilai rupiah terhadap mata uang asing (dalam hal ini US$). Dimana hal ini mengatakan bahwa jika nilai US$ naik maka nilai akuisisi produk juga akan naik, begitu sebaliknya.
Nah, sekarang coba kita lihat seluruh gambar 1 sampai gambar 5 tersebut. Dari seluruh gambar yang ada, maka gambar 2 lah yang sangat menguntungkan. Kenapa? Karena seluruhnya diperoleh secara domestik. Intinya, biaya-biaya domestik mengeliminasi biaya impor.
Namun, apakah direalita akan ada kasus 100% sempurna produk dapat diperoleh di domestik seluruhnya? Dan apakah harga domestik akan selalu menguntungkan?
Sesungguhnya dalam beberapa kasus, produk dapat diperoleh di domestik (dan biasanya bukan produk teknologi ataupun produk yang memiliki know-how yang tinggi). Sesungguhnya dalam beberapa kasus produk yang diperoleh didomestik juga akan menguntungkan.
Meskipun tidak bisa 100% domestik, maka carilah komposisi yang optimal. Komposisi tersebut dapat diperoleh dengan melakukan riset pasar dan juga design produk yang akan diluncurkan. Misalnya dengan melakukan design produk ulang, maka akan diperoleh keuntungan biaya dengan melakukan eliminasi non value added atas suatu material/bentuk/size, dan lain sebagainya dari suatu produk.
Kita dapat melihat bahwa asumsikan setelah melakukan design ulang (baik ukuran, bentuk, material, dan lain sebagainya) maka ditemukan bahwa kita bisa melakukan pengambilan opsi 4 ataupun 5.
A. Kondisi Pasar Tidak Stabil – Persaingan kuat: Keputusan Yang Diambil Misalnya Harga Jual Turun
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar 25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp. 101 jt,-.
Jika kita mengetahui nilai sesungguhnya atas suatu produk yang akan dijual, maka dengan sendirinya kita akan dapat menetapkan nilai jual yang relative lebih kompetitif dan reasonable.
Karena posisi persaingan semakin ketat, kita dapat menurunkan harga (tanpa mengurangi image dan kualitas) ke titik margin yang dinginkan sebelumnya yaitu 25%. Jika opsi 5 dipilih, maka untuk margin 25%, nilai jualnya adalah Rp. 340 Jt (dari Rp. 356 jt). Karena nilai barang sesungguhnya adalah Rp. 255 Jt,- (dari Rp. 267 jt).
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar 25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp. 101 jt,-.
Dengan mengetahui biaya yang akurat (dengan pemilihan sumber-sumber biaya yang optimal untuk suatu produk), maka kita dapat melakukan suatu bentuk differensiasi atas produk tersebut. Mungkin kita tidak harus menurunkan nilai jual, namun kita dapat menambahkan fitur atau nilai tambah lainnya di produk tersebut. Karena penambahan fitur atau nilai tambah lainnya yang melekat pada produk tersebut tidak akan mengurangi margin produk tersebut (selama penambahan sumberdaya tersebut tidak melebihi “selisih” nilai margin dari biaya produk yang optimal sesungguhnya (sebesar Rp. 89 Jt dari Rp. 267 menjadi Rp. 255 Jt).
Fitur atau nilai tambah itu akan menguatkan Image produk dan/atau perusahaan.
Misalnya, pada saat sebelum melakukan analisa kita menetapkan harga jual Rp. 356 Jt Rupiah, dengan mengharapkan margin sebesar 25%. Dasar kita adalah Nilai akusisi barang tersebut adalah Rp. 267 Jt. Sehingga selisihnya adalah Rp. 89 Jt merupakan 25% margin.
Padahal dengan nilai akuisisi yang optimal (misalnya pada opsi gambar 5), maka margin yang diperoleh adalah sebesar 28% yaitu Rp. 101 jt,-.
Dengan tidak menurunkan harga, suatu organisasi dapat juga melakukan peningkatan biaya promosi dan/atau marketingnya untuk produk tersebut (atau dapat juga mengalokasikannya ke produk lain yang dimiliki oleh suatu organisasi) sehingga menancapkan brand suatu produk menjadi lebih kuat yang pada akhirnya menambah market share untuk masa yang akan datang.
Persaingan di pasar tidak kuat dan kondisi pasar stabil.
Opsi 5 yang kita pilih (misalnya), memiliki dampak yang cukup besar. Dengan nilai jual Rp. 356 Jt, maka kita akan mendapatkan margin sebesar 28%. Dampaknya adalah, Cash Flow akan bertambah secara otomatis karena margin juga bertambah secara otomatis. Tambahan margin dan cash flow tersebut dapat digunakan sebagai pendanaan riset produk atau marketing atau biaya lainnya demi mengkokohkan image dan kehidupan suatu perusahaan.
Secara umum, informasi yang simetris terhadap nilai akuisisi akan memiliki dampak langsung kepada perusahaan jika dicermati dan diolah serta diimplementasikan dengan cepat dan akurat. Dalam kasus diatas, perusahaan manufaktur juga dapat melakukan implementasi atas wacana ini. Prinsipnya adalah tinggal menambahkan biaya produksi dan yang berkaitan dengan produk tersebut hingga jadi.
Sedangkan untuk perusahaan jasa, maka ini berguna didalam menganalisis teknologi yang mendukung produk-produk jasa yang dikeluarkan. Misalnya:
Public Social Oriented-Kedokteran, Biaya akuisisi peralatan medis dan infrastrukturnya. Ini akan berdampak pada nilai jual atas jasa yang diberikan dengan menggunakan teknologi yang diakuisisi. Dunia kedokteran juga akan menjangkau masayrakat lapisan bawah jika dimungkinkan dan sesuai dengan fungsinya. Karena biaya operasional peralatan dapat ditekan secara optimal (bukan minimal).
Public Commercial Oriented - Telekomunikasi, Biaya akuisisi teknologi dan infrastrukturnya. Ini juga akan berdampak pada nilai jual atas jasa utama dan VAS yang dikeluarkan. Dengan akuisisi biaya yang optimal (bukan minimal-yang akan mempengaruhi kualitas), maka nilai yang diberikan kepada konsumen juga akan lebih reasonable. Hal ini juga akan mendorong kreatifitas untuk memiliki Value Added Services dan memiliki daya saing yang tinggi.
Government - Mendorong terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sebab, mendorong untuk tumbuhnya sektor ril dimana produk dapat diperoleh didalam negeri (baik dalam bentuk investasi dari dalam negeri maupun investasi asing), akan menumbuhkan tingkat lapangan pekerjaan (dengan kata lain menurunkan angka pengangguran). Juga mendorong excess produk yang memiliki kualitas untuk di ekspor hingga neraca perdagangan dapat di “manage” dengan baik. Memang hal ini tidak bisa diperoleh dalam waktu dekat, namun dengan perencanaan yang baik (misalnya penerapan know how yang diperoleh dari luar negeri/pendidikan warga Negara Indonesia yang diperoleh dari baik beasiswa maupun riset dapat di implementasikan sehingga memperbaiki kurva belajar, meningkatkan produktifitas dan menurunkan failure cost).
Perlu adanya kajian lebih jauh lagi mengenai dampak ekonomi global, Sosial dan politik serta mengintegrasikan secara komprehensif untuk menghasilkan keluaran yang optimal atas wacana ini.
Tuesday, October 21, 2008
3 Hari Dalam Hidup Ini
Rezeki saya Ada Dimana-mana
Winner VS Looser
10 Kualitas Pribadi yang Disukai
Ketulusan
Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”. Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.
Kerendahan Hati
Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orangyang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisamembuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnyatidak merasa minder.
Kesetiaan
Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.
Positive Thinking
Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan sebagainya.
Keceriaan
Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain.
Bertanggung jawab
Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.
Percaya Diri
Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.
Kebesaran Jiwa
Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Easy Going
Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya.
Empati
Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
Wednesday, October 15, 2008
WHAT IS THE CHAMPION?
STRATEGI PEMASARAN
Konsep Harga
Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya (Dharmmesta dan Irwan, 1990). Harga suatu barang sangat mempengaruhi apakah suatu barang dapat memasuki pasar atau tidak. Penetapan harga suatu barang bagi manajemen merupakan salah satu keputusan yang sangat penting karena harga yang ditetapkan harus dapat menutupi semua ongkos atau bahkan lebih dari itu yaitu untuk mendapatkan laba. Jika harga-harga ditetapkan terlalu tinggi rnaka akan berakibat kurang menguntungkan bagi perusahaan karena dapat mengakibatkan kerugian. Salah satu prinsip bagi manajemen dalam penentuan harga adalah menitik beratkan pada kemamnpuan pembeli atas harga yang telah ditetapkan dengan jalan untuk mendapatkan laba. Menurut Thomson (2001) harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang atau jasa. Harga khususnya merupakan pertukaran uang bagi barang atau jasa. Para konsumen untuk mendapatkan suatu “harga yang pantas”. “Harga yang pantas sesungguhnya berarti nilai yang dipersepsikan pantas pada saat transaksi dilakukan”.
Konsep Merek
Merek (Brand) adalah penggunaan nama, tanda, desain untuk membedakan suatu barang atau jasa yang dibuat oleh satu atau sekelompok produsen dengan barang atau jasa yang dihasilkan produk lain (Marwan Asri, 1991). Merek yang baik juga mampu ber”komunikasi” menjelaskan produk apa dan siapa pembuatnya.Stanton (dalam Marwan Asri, 1991) mengemukakan beberapa persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai merek yang baik yaitu:1. Menjelaskan sesuatu tentang karakteristik produk seperti manfaat penggunaannya atau bekerjanya produk.2. Mudah dieja, diucapkan dan diingat. Sehingga merek yang sederhana dan singkat lebih diutamakan.3. Mengandung arti adanya “Perbedaan” atau sesuatu yang khusus dibandingkan dengan merek lain.4. Dapat diterapkan pada produk baru yang sebelumnya tidak ada dalam produk line.5. Dapat didaftarkan dan mendapatkan perlindungan hukum salah satu hal yang tampaknya perlu dipenuhi disini adalah bahwa nama tersebut tidak/belum pernah dimiliki oleh produk atau produsen lain.Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang diproduksi pabrik. Sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang dan jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik. Secara ringkas, merek merupakan salah satu terpenting perusahaan (Fandy Tjiptono, 2004).Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam suatu pembelian tetapi tidak rnelihat banyak perbedaan dalam merek. Keterlibatan yang tinggi ini seringkali didasarkan pada kenyataan bahwa pembelian tersebut bersifat mahal, jarang dan beresiko. Dalam kasus ini, pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia, tetapi akan membeli dengan cukup cepat karena perbedaan merek tidak nyata.
Fasilitas dan pelayanan
Fasilitas dan layanan adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, dimana pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2000). Semakin banyak fasilitas dan layanan yang ditawarkan kepada konsumen maka semakin banyak keinginan konsumen untuk nienggunakan produk tersebut, oleh karena itu setiap perusahaan harus bisa lebih kreatif dan inovatif dalam memproduksi suatu produk yang bisa membuat konsumen tertarik untuk menggunakannya. Dengan adanya fasilitas dan layanan tersebut, konsumen akan berpikir dapat memudahkan mereka dalam melakukan kegiatannya setiap hari.Fasilitas layanan berperan penting meningkatkan harga jual suatu produk. Oleh karena itu perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dengan sebaik-baiknya.
Konsep Perilaku Konsumen
Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli agar bersedia membeli harang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Agar tujuan tersebut tercapai maka setiap perusahaan harus memahami tentang perilaku konsumen. Setiap manajer pemasaran harus memahami mengapa dan bagaimana tingkah laku konsumen sehingga perusahaan dapat mengembangkan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk secara lebih baik.Menurut Dharmmesta dan Handoko (1990), perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya adalah proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Analisis perilaku konsumen realistik hendaknya juga menganalisis proses-proses yang tidak dapat/sulit diamati, yang selalu menyertai setiap pembelian. Mempelajari perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau yang dikonsumsi, tetapi juga dimana, bagaimana, kebiasaannya, dan dalam kondisi yang seperti apa barang-barang dant jasa-jasa tersebut dibeli. Definisi lain dari perilaku konsumen dikemukakan oleh Shet dan Mittal dalam Fandy Tjiptono (2004) sebagai aktivitas mental dan fisik yang dilakukan oleh pelanggan rumah tangga (konsumen akhir) dan pelanggan bisnis yang menghasilkan keputusan untuk membayar, membeli dan menggunakan produk dan jasa tertenta.
Beberapa definisi diatas memiliki kemiripan satu sama lain secara skematis dimensi perilaku konsumen meliputi 3 aspek utama yakni tipe perilaku dan peranan pelanggan.
1) Tipe pelanggan
Konsumen akhir atau konsumen rumah tangga yaitu konsumen yang melakukan pembelian untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau keperluan bagi maupun bermaksud memperjual belikan.Konsumen bisnis adalah jenis konsumen yang melakukan pembelian untuk keperluan proses lebih lanjut, kemudian dijual (produsen), disewakan kepada pihak lain, dijual kepada pihak lain (pedagang) digunakan untuk keperluan layanan sosial dan kepentingan publik.
2) Peranan konsumen terdiri:
User adalah orang yang benar-benar mengonsumsi/menggunakan produk atau mendapatkan manfaat dari produk/jasa yang dibeli. Payers adalah orang yang mendanai atau membiayai pembelian. Buyers adalah orang yang berpartisipasi dalam pengadaan produk dari pasar.
3) Perilaku pelanggan terdiri atas:
Aktivitas mental, seperti menilai kesesuaian merek produk, menilai kualitas produk berdasarkan informasi yang diperoleh dari iklan dan mengevaluasi pengalaman dari konsutmsi produk atau jasa.Aktivitas fisik meliputi mengunjungi toko, membaca panduan atau katalog, berinteraksi dengan wiraniaga dan memesan produk.
Keputusan Membeli
Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang dan pembelian jasa tertentu. Salah satu perbedaan fungsi mental antara pembelian barang atau pembelian jasa adalah menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada proses pembelian, tahap pembelian dan konsumen biasanya terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasaran dan pelanggan selama tahap pembelian aktual, tahap pemakaian barang biasanya terlepas dan pengaruh langsung para pemasar. Pelanggan biasa memilih kapan, dimana dan bagaimana mereka menggunakan produk. Sebaliknya sebagian besar jasa berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimumkan nilai dan pengalaman konsumsinya. Penyediaan jasa biasa secara efektif mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi (Fandy Tjiptono, 2004)Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian merek. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahap yaitu : (Dharmmesta dan Handoko, 2000)
1) Menganalisis Kebutuhan dan Keinginan
Penganalisaan kebutuhan dan keinginan ini ditujukan terutama untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Jika kebutuhan tersebut diketahui maka konsumen akan segera memahami adanya kebutuhan yang belum segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya, serta kebutuhan-kebutuhan yang sama-sama harus dipenuhi. Jadi dari tahap inilah proses pembelian itu mulai dilakukan.
2) Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber
Tahap kedua dalam proses pembelian ini sangat berkaitan dengan pencarian informasi tentang sumber-sumber dan menilainya, untuk memenuni kebutuhan dan keinginan yang dirasakan. Pencarian informasi dapat bersifat aktif atau pasif, internal atau eksternal. Pencarian informasi yang bersifat aktif dapat berupa kunjungan terhadap beberapa toko untuk membuat perbedaan harga dan kualitas produk, sedangkan pencarian informasi pasif mungkin hanya dengan membaca suatu pengiklanan dimajalah atau surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus tentang gambaran produk yang diinginkan.
3) Penilaian dan Seleksi Terhadap Alternativ Pembelian
Tahapan ini meliputi 2 tahapan yakni menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Tujuan pembelian tidak selalu sama, tergantung pada jenis produk dan kebutuhannya. Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian untuk meningkatkan prestise, ada yang hanya sekedar ingin memenuhi kebutuhan jangka pendek, ada juga yang ingin meningkatkan pengetahuan.
4) Keputusan untuk Membeli
Keputusan untuk membeli disini merupakan proses dalam pembelian yang nyata. Jadi, setelah tahap di atas dilakukan, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila konsumen membeli maka akan dijumpai serangkaian keputusan yang haras diambil menyangkut jenis produk, merek, penjualan, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayaran.
5) Perilaku Sesudah Membeli
Semua tahapan yang ada di dalam proses pembelian sampai dengan tahap kelima adalah bersifat operatif. Bagi perusahaan, perasaan dan perilaku sesudah pembelian juga sangat penting. Perilaku mereka dapat mempengaruhi penjualan ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli pihak lain yang menggunakan produk perusahaan.
Pengaruh Harga, Loyalitas Merek, Fasilitas dan Layanan Terhadap Keputusan Pembelian
Manajemen pemasaran mempunyai program kegiatan manajemen lain yang menitik beratkan pada keberhasilan suatu usaha pemasaran. Pemasaran didefinisikan oleh Stanton sebagai suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun potensial. (Uftarmmesta, 2000)Pemasaran merupakan salah satu unsur pokok yang dilakukan oleh para pengusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Perkembangan masyarakat dan teknologi telah menyebabkan perkembangan konsep pemasaran. Kalau perusahaan ingin berhasil atau bahkan dapat hidup terus, maka perasahaan harus dapat menanggapi cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan yang adadi dalam masyarakat, variabel-variabei ekstern seperti ekologi, politik, hukum, ekonomi dan sebagainya dapat mempengaruhi program pemasaran perusahaan. Variabel kepuasan konsumen dapat terjadi karena kegiatan pemasaran berorientasi kepada pembeli, atau kepada masyarakat Manajemen pemasaran banyak bersangkut paut dengan masalah penciptaan dan penyampaian kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu konsep pemasaran masyarakat ini disebut sebagai konsep pemasaran yang baru.Bagi suatu perusahaan, harga produk yang telah ditetapkan merupakan penentuan terciptanya permintaan pasar yang dapat mempengaruhi strategi pemasaran yang akan digunakan. Oleh sebab itu perusahaan diharapkan dapat menentukan harga paling sesuai dengan kualitas produk yang ditawarkan kepada konsumen. Apabila konsumen menerima harga yang paling sesuai dengan produk yang ditawarkan maka konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu setiap perusahaan perlu mengukur berapa biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengetahui apakah biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dari yang diperoleh nantinya.Pada saat ini perusahaan dituntut untuk tanggap terhadap cara-cara kebiasaan yang ada di masyarakat. Dengan konsep pemasaran baru ini atau konsep pemasaran masyarakat, perusahaan berusaha memberikan kemakmuran kepada konsumen dan masyarakat untuk jangka panjang, oleh sebab itu setiap perusahaan harus bisa mengeluarkan produk yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat mengeluarkan produk yang lebih baik dari pesaing baik dari segi harga, merek, fasilitas dan pelayanannya sehingga dapat memberikan kepuasan loyalitas bagi konsumen baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Strategi Pemasaran
Masyarakat selaku konsumen pembeli perumahan tidak dengan begitu saja membeli rumah tanpa mempunyai pertimbangan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mereka dalam pengambilan keputusan seperti produk, harga, lokasi, promosi (Kotler & Amstrong 1997). Selain itu, dalam sebuah proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya berakhir dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purnabeli (post purchase behavior). Pada tahap ini konsumen akan merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Konsumen yang merasa puas cenderung akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain (Bayus dalam Kotler et al. 1996).Konsumen perumahan mewah selain membeli untuk tinggal, mereka juga mengharapkan adanya pencapaian kepuasan (Property 2000). Oleh karena itu, di dalam memasarkan perumahan mewah, para pengembang harus mampu menciptakan kepuasan bagi para konsumennya.Untuk mampu menciptakan kepuasan konsumen tersebut, para pengembang perlu memiliki suatu strategi pemasaran yang jitu dalam memasarkan produknya, karena strategi pemasaran juga merupakan alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang digunakan untuk melayani pasar sasaran (Tull & Kahle dalam Tjiptono 1997).Salah satu bentuk strategi pemasaran yang mampu mendukung dalam memasarkan perumahan untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah penggunaan marketing mix (bauran pemasaran) yang dapat meliputi product, price, promotion, dan physical evidence (Pawitra 1993). Dengan demikian, faktor yang ada dalam bauran pemasaran merupakan variabel-variabel yang diharapkan mampu menciptakan kepuasan konsumen, atau dengan kata lain variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi kepuasan konsumen dalam membeli suatu produk.Pembangunan perumahan untuk kelompok masyarakat menengah ke atas cenderung dilakukan oleh para pengembang swasta, dimana mereka lebih menekankan pada profit orientied. Untuk mencapai tujuan tersebut, penekanan pada daya tarik bentuk rumah yang mereka bangun lebih diutamakan. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan para konsultan pembangunan perumahan, sehingga perumahan yang mereka bangun mampu menghasilkan bentuk yang menarik konsumen untuk membelinya. Sedangkan beberapa hal seperti konstruksi, sarana jalan, saluran, dan fasilitas-fasilitas umum yang seharusnya ada dalam kompleks perumahan yang mereka bangun, cenderung diabaikan. Dengan demikian, ketidakpuasan konsumen mungkin akan muncul setelah membeli rumah yang dipasarkan oleh para pengembang.Bertitik tolak pada paparan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pola pemikiran yang berkembang dalam pembelian rumah di era sekarang ini, terutama untuk rumah kelas menengah ke atas adalah bahwa rumah tidak hanya sebagai tempat berlindung, namun juga berfungsi sebagai tempat tinggal yang nyaman, sehat, bahkan estetika menjadi bahan pertimbangan mereka dalam pembelian rumah. Dengan demikian, para pengembang harus mampu memberikan pelayanan yang optimal untuk memberikan kepuasan pada konsumennya. Oleh karena itu, selain faktor teknis, para pengembang perlu mengetahui dan mengerti mengenai prilaku konsumen dalam memasarkan produknya. Karena dengan mempelajari perilaku konsumen para pengembang akan banyak memperoleh informasi tentang keterlibatan konsumen secara langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan sekaligus menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan ini (Engel, Well, & Miniard 1994).
Pengertian pemasaran yang berkaitan dengan produk berupa real estate dan property adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan rumah tinggal dan atau ruang usaha, dengan cara pengalihan hak atas produk tersebut dari perusahaan kepada konsumen melalui proses pertukaran (Santoso 2000).Marketing mix (bauran pemasaran) merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran (Kotler 1999). Secara umum, bauran pemasaran menekankan pada pengertian suatu strategi yang mengintegrasikan produk (product), harga (price), promosi (promotion), dan distribusi (place), dimana kesemuanya itu diarahkan untuk dapat menghasilkan omset penjualan yang maksimal atas produk yang dipasarkan dengan memberikan kepuasan pada para konsumen.Sejalan dengan semakin kompetitifnya dunia bisnis, 4-P tersebut berkembang. Pawitra (1993) menegaskan bauran pemasaran meliputi 7-P yaitu product, place, price, promotion, participant, physical evidence dan process. Sedangkan Payne (1993) menyatakan bauran pemasaran terdiri dari product, place, price, promotion, people, processes dan provision of consumer service.Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, maka bauran pemasaran dapat meliputi produk, harga, lokasi, promosi, dan bukti fisik.Sebuah proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya berakhir dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purnabeli (terutama dalam pengambilan keputusan yang luas). Dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa datang. Konsumen yang merasa puas cenderung akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik (Bayus dalam Kotler et al. 1996).Kotler (1999) memandang kepuasan sebagai fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pembeli akan kecewa. Jika ia sesuai harapan, pembeli akan puas dan jika ia melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan konsumen setelah membeli produk akan membedakan apakah mereka akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut pada orang lain.Harapan konsumen terbentuk berdasarkan pesan yang diterima dari penjual, teman, dan sumber-sumber informasi lainnya. Apabila penjual melebih-lebihkan manfaat suatu produk, konsumen akan mengalami harapan yang tak tercapai (disconfirmed expectation), yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja yang dihasilkan suatu produk, akan semakin besar ketidakpuasan konsumen.
Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Berkaitan dengan hal ini, Singh dalam Tjiptono (1997) menyatakan ada tiga kategori tanggapan atau komplain terhadap ketidakpuasan, yaitu :
a. Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan. Bila pelanggan melakukan hal ini, maka perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa manfaat. Pertama, pelanggan memberikan kesempatan sekali lagi kepada perusahaan untuk memuaskan mereka. Kedua, resiko publisitas buruk dapat ditekan, baik publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun melalui koran/media massa. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ketiga, memberi masukan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki perusahaan. Melalui perbaikan (recovery), perusahaan dapat memelihara hubungan baik dan loyalitas pelanggannya.
b. Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan, Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
c. Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum; mengadu lewat media massa (misalnya menulis di Surat Pembaca); atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik. Kadangkala pelanggan lebih memilih menyebarluaskan keluhannya kepada masyarakat luas, karena secara psikologis lebih memuaskan. Lagipula mereka yakin akan mendapat tanggapan yang lebih cepat dari perusahaan yang bersangkutan.Ada empat faktor yang mempengaruhi apakah seorang konsumen yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak menurut Day dalam Engel, Well,& Miniard (1994), yaitu :
- Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu menyangkut derajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta social visibility.
- Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan produk, persepsi terhadpa kemampuan sebagai konsumen, dan pengalaman komplain sebelumnya.
- Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu penyelesaian masalah; gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya.
- Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Gary & Philip, Kotler (1996) Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 1, Alih Bahasa Alexander Sindoro dan Benyamin Molan, Prenhalindo, Jakarta.
Basu, Swastha dan T. Hani Handoko (1999) Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen. Edisi Ke-VIII, Liberty, Yogyakarta.
Budi,Santoso (2000) Realeastat Indonesia Sebuah Konsep Ilmu & Problema Pengembang. School of Real Estate, Jakarta.
Christopers (1998) Winning Applause. Journal of Property Management, April 1998.
Engel, J.F., Backwell, Roger D., & Paul W. Miniard (1995) Perilaku Konsumen. Jilid II, Alih Bahasa Budiono FX, Binarupa Aksara, Jakarta.
Husein, Umar (1999) Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Edisi revisi, Gramedia, Jakarta.
Jafee,Austin J., & C.F. Sirmans (1986) Fundamentals Of Real Estate Investment, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Kotler, Philip (1999) Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi 11, Jilid 1, Diterjemahkan oleh Hendra Teguh dan Rusli, Prenhalindo, Jakarta.
Kotler, Philip, Swee Hoon Ang, Siew Meng Leong, & Chin Tiong Tan (1996). Marketing Management An Asian Prespective. Prentice Hall, Singapore.
Li Ling Hin (1992) The Official Land Value Appraisal System Under The Land Use Rights Reform In China. The Appraisal Journal, January.
Loudon, D.L., & A.J.D. Bitta (1993) Consumer Behavior : Concept and Application. Fourth edition, Mc Grew Hill , Singapore.
Orso, Anthony (1996) New Kind of Renter Force Apartement Developers to Provide New Aparterment Product. National Real Eastate Investor, June 1996.
Payne, A. (1993) The Essence of Services Marketing. Prentice-Hall International Ltd., New York.
Ramsland, Jr. dan Markham (1998) Market Supported Adjustments Using Multiple Regression Analysis. The Appraisal Journal, April.
Rhenald, Kasali (1998) Membidik Pasar Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Sekaran, U. (1992) Research Methods For Business. Second edition, John Wiley & Sons, Inc, Canada.
Stanton, W.J., M.J. Etzel, dan B.J. Walker (1994) Fundamentals of Marketing. Tenth edition, MCGraw-Hill Inc., New York.
Dikutip dari: